Jumat, 25 Oktober 2013

SENI DAN DESAIN PADA ZAMAN REVOLUSI INDUSTRI

Menurut Hafiz Ahmad dalam artikelnya yang berjudul Multimedia, Virtual Reality Dan History Of Art (Resume Kuliah Digital Content Theory oleh Professor Han, Department of Computer Design, Woosong University) dalam web http://www.veetra. com/index.php?option=com_content&task=view&id=50&Itemid=71&PHPSESSID=f90 6bd971 dijelaskan, revolusi industri merupakan titik “keberangkatan” yang penting karena merombak pola pikir masyarakat pada masa itu, terutama tentang eksistensi seni dan kerajinan. Kemungkinan menghasilkan barang-barang “bercita rasa seni” dalam jumlah banyak karena diproduksi mesin, sehingga menimbulkan perdebatan-perdebatan, yaitu antara seni sebagai high art atau seni yang juga sebagai craft/kerajinan.
Dapat dikatakan bahwa saat revolusi industri melahirkan craft, ini merupakan satu hal yang sama sekali baru. Sebelum revolusi industri bisa dikatakan belum ada “ilmu” tentang desain, sehingga saat mulai membuat benda-benda craft, ide yang digunakan sebagai unsur visualisasi dan desainnya diambil dari mana-mana. Ide bisa datang dari seni era Yunani, Renaissance ataupun Baroque & Rococo, bahkan campuran dari semuanya. Dalam berkesenian juga menghendaki timbulnya kembali nilai-nilai kehidupan dalam peradaban klasik yang dirasakan lebih sesuai, yaitu kebebasan (Drs R. Soekmono, 1981: 111). Maka tidak heran jika produk-produk kerajinan menjadi banyak tetapi dengan kualitas yang rendah, bahkan tidak berkualitas sama sekali. Kondisi ini kemudian memicu gerakan yang menentang dalam bentuk Art and Craft Movement.
Pada masa ratu Victoria tahun 1851, timbul dua reaksi yaitu reaksi penolakan dan reaksi mendukung. Reaksi penolakan timbul karena ada yang beranggapan bahwa mesin menciptakan proses dehumanisasi. Sedangkan reaksi mendukung timbul karena ada yang beranggapan bahwa dengan hadirnya mesin sebagai alat produksi maka akan memudahkan pekerjaan manusia. Reaksi penolakan itu dalam seni dan kriya muncul dalam bentuk gerakan romantik. Romantisisme sangat mementingkan perasaan serta kemuliaan dari hak individu untuk mengungkapkan pemikiran.  Filsuf romantisisme yang terkenal adalah Hegel yang menganggap seni dapat sembuhkan keresahan manusia akibat tekanan alam atau lingkungan. Gerakan romantik yang paling menonjol dalam seni dan kriya adalah Art and Craft movement dan Art Nouveau (Arief Adityawan S., 1999: 11).
Dalam artikel yang berjudul Design Against Style: Melawan Penindasan Gaya dalam Desain Grafis oleh Ancala Suryaputra (http://www.komvis.com/artikel.html? kategori=artikel&id=136&start=50&PHPSESSID=52a006b68d225cb96c4d7f), mulai dari gerakan Seni dan Kerajinan (Arts & Crafts Movement) kemudian masa Art Nouveau hingga tiba di masa modern Art Deco, muncul media desain grafis yang paling besar peranannya dalam menampilkan gaya-gaya desain yaitu poster, baik yang bersifat komersil maupun propaganda sosial kebudayaan dan militer.
Hal tersebut bisa dilacak kembali melalui perkembangan desain grafis sejak Art Nouveau di Prancis yang kemudian berbarengan tersebar meluas di seluruh daratan Eropa. Penamaan gaya yang berbeda-beda seperti Jugendstil (Jerman/Skandinavia), Secession (Swiss/Austria), Glasgow (Inggris), dan Stile Liberty (Italia), namun tetap dalam satu nafas yang sama yaitu identifikasi visual berupa bentuk-bentuk organis, garis tumbuhan, dan garis liuk yang feminim. Pelbagai aliran seni rupa turut pula memperkaya gaya art nouveau ini, diantaranya seperti impresionisme dan simbolisme. Desain grafis Eropa masa ini mampu membawa gerakan atau penciptaan gaya baru yang merupakan adaptasinya terhadap persinggungan dengan budaya asing. Mereka mampu menerjemahkan warna lokal dari kultur di luar dunianya untuk dipahami dalam warna lokal kulturnya sendiri, sehingga dikatakan Art Nouveau menjadi seni komersil pertama yang secara konsisten dipakai untuk mempertinggi keindahan.
Perang Dunia I menjadi salah satu ajang pembuktian keterlibatan desain grafis, seperti yang bisa kita saksikan dalam poster-poster propaganda, tanda dan simbol dalam identitas militer. Kemajuan dari revolusi industri yang kemudian menggiring pada hiruk-pikuk suasana perang dunia pertama itu, telah mengilhami gerakan manifesto kaum futuris (yang berorientasi pada masa depan) dan dadais (yang berorientasi pada kritik sosial saat itu). Bersamaan dengan berbagai permasalahan sosial yang tumbuh pada masa-masa kisruh itu, muncullah aliran kubisme, konstruktivisme, de stijl, fauvis dan ekspresionis yang mempengaruhi karakteristik pengembangan desain grafis selanjutnya, yang dipanggil sebagai gaya desain Art Deco. Bahkan seni Ziggurat Mesir dan Indian Aztec turut meramaikan gaya desain ini pula. Di Amerika yang belakangan mulai menunjukkan keadikuasaannya memberi label tersendiri pada gaya ini yaitu Streamline.
Tak lama berselang, berdirilah sekolah Bauhaus yang dengan upayanya memadukan seni dan teknologi, menambah kemajuan pertumbuhan berbagai gaya-gaya desain grafis, yang merupakan sintesis dari seni, desain dan teknologi. Pemahaman modernitas yang berupaya mengejar hal-hal baru dan gaya desain modern yang universal makin merebak.
Dalam abad ke-18 adanya tuntutan terhadap kebebasan individu, kemudian muncullah apa yang disebut individualisme. Dalam individualisme yang menjadi pokok permasalahan adalah “ratio”, yaitu kecerdasan otak atau akal (Rationalisme). Dari rationalisme akhirnya berkembang berbagai gaya seni dan desain, berkembang juga bidang-bidang lain seperti penyelidikan, ilmu falaq dan lain-lain. Dari rationalisme itu menimbulkan pandangan-pandangan baru yang terutama menghendaki perbaikan nasib manusia yang disebut dengan istilah Aufklarung (Drs R. Soekmono, 1981: 111).
Menurut Hafiz Ahmad dalam artikelnya yang berjudul Multimedia, Virtual Reality Dan History Of Art (Resume Kuliah Digital Content Theory oleh Professor Han, Department of Computer Design, Woosong University) dalam web http://www.veetra. com/index.php?option=com_content&task=view&id=50&Itemid=71&PHPSESSID=f90 6bd971 dijelaskan, revolusi industri merupakan titik “keberangkatan” yang penting karena merombak pola pikir masyarakat pada masa itu, terutama tentang eksistensi seni dan kerajinan. Kemungkinan menghasilkan barang-barang “bercita rasa seni” dalam jumlah banyak karena diproduksi mesin, sehingga menimbulkan perdebatan-perdebatan, yaitu antara seni sebagai high art atau seni yang juga sebagai craft/kerajinan.
Dapat dikatakan bahwa saat revolusi industri melahirkan craft, ini merupakan satu hal yang sama sekali baru. Sebelum revolusi industri bisa dikatakan belum ada “ilmu” tentang desain, sehingga saat mulai membuat benda-benda craft, ide yang digunakan sebagai unsur visualisasi dan desainnya diambil dari mana-mana. Ide bisa datang dari seni era Yunani, Renaissance ataupun Baroque & Rococo, bahkan campuran dari semuanya. Dalam berkesenian juga menghendaki timbulnya kembali nilai-nilai kehidupan dalam peradaban klasik yang dirasakan lebih sesuai, yaitu kebebasan (Drs R. Soekmono, 1981: 111). Maka tidak heran jika produk-produk kerajinan menjadi banyak tetapi dengan kualitas yang rendah, bahkan tidak berkualitas sama sekali. Kondisi ini kemudian memicu gerakan yang menentang dalam bentuk Art and Craft Movement.
Pada masa ratu Victoria tahun 1851, timbul dua reaksi yaitu reaksi penolakan dan reaksi mendukung. Reaksi penolakan timbul karena ada yang beranggapan bahwa mesin menciptakan proses dehumanisasi. Sedangkan reaksi mendukung timbul karena ada yang beranggapan bahwa dengan hadirnya mesin sebagai alat produksi maka akan memudahkan pekerjaan manusia. Reaksi penolakan itu dalam seni dan kriya muncul dalam bentuk gerakan romantik. Romantisisme sangat mementingkan perasaan serta kemuliaan dari hak individu untuk mengungkapkan pemikiran.  Filsuf romantisisme yang terkenal adalah Hegel yang menganggap seni dapat sembuhkan keresahan manusia akibat tekanan alam atau lingkungan. Gerakan romantik yang paling menonjol dalam seni dan kriya adalah Art and Craft movementdan Art Nouveau (Arief Adityawan S., 1999: 11).
Dalam artikel yang berjudul Design Against Style: Melawan Penindasan Gaya dalam Desain Grafisoleh Ancala Suryaputra (http://www.komvis.com/artikel.html? kategori=artikel&id=136&start=50&PHPSESSID=52a006b68d225cb96c4d7f), mulai dari gerakan Seni dan Kerajinan (Arts & Crafts Movement) kemudian masa Art Nouveau hingga tiba di masa modern Art Deco, muncul media desain grafis yang paling besar peranannya dalam menampilkan gaya-gaya desain yaitu poster, baik yang bersifat komersil maupun propaganda sosial kebudayaan dan militer.

Hal tersebut bisa dilacak kembali melalui perkembangan desain grafis sejak Art Nouveau di Prancis yang kemudian berbarengan tersebar meluas di seluruh daratan Eropa. Penamaan gaya yang berbeda-beda seperti Jugendstil (Jerman/Skandinavia), Secession (Swiss/Austria), Glasgow (Inggris), dan Stile Liberty (Italia), namun tetap dalam satu nafas yang sama yaitu identifikasi visual berupa bentuk-bentuk organis, garis tumbuhan, dan garis liuk yang feminim. Pelbagai aliran seni rupa turut pula memperkaya gaya art nouveau ini, diantaranya seperti impresionisme dan simbolisme. Desain grafis Eropa masa ini mampu membawa gerakan atau penciptaan gaya baru yang merupakan adaptasinya terhadap persinggungan dengan budaya asing. Mereka mampu menerjemahkan warna lokal dari kultur di luar dunianya untuk dipahami dalam warna lokal kulturnya sendiri, sehingga dikatakan Art Nouveau menjadi seni komersil pertama yang secara konsisten dipakai untuk mempertinggi keindahan.
Perang Dunia I menjadi salah satu ajang pembuktian keterlibatan desain grafis, seperti yang bisa kita saksikan dalam poster-poster propaganda, tanda dan simbol dalam identitas militer. Kemajuan dari revolusi industri yang kemudian menggiring pada hiruk-pikuk suasana perang dunia pertama itu, telah mengilhami gerakan manifesto kaum futuris (yang berorientasi pada masa depan) dan dadais (yang berorientasi pada kritik sosial saat itu). Bersamaan dengan berbagai permasalahan sosial yang tumbuh pada masa-masa kisruh itu, muncullah aliran kubisme, konstruktivisme, de stijl, fauvis dan ekspresionis yang mempengaruhi karakteristik pengembangan desain grafis selanjutnya, yang dipanggil sebagai gaya desain Art Deco. Bahkan seni Ziggurat Mesir dan Indian Aztec turut meramaikan gaya desain ini pula. Di Amerika yang belakangan mulai menunjukkan keadikuasaannya memberi label tersendiri pada gaya ini yaitu Streamline.

TAK LAMA BERSELANG, BERDIRILAH SEKOLAH BAUHAUS YANG DENGAN UPAYANYA MEMADUKAN SENI DAN TEKNOLOGI, MENAMBAH KEMAJUAN PERTUMBUHAN BERBAGAI GAYA-GAYA DESAIN GRAFIS, YANG MERUPAKAN SINTESIS DARI SENI, DESAIN DAN TEKNOLOGI. PEMAHAMAN MODERNITAS YANG BERUPAYA MENGEJAR HAL-HAL BARU DAN GAYA DESAIN MODERN YANG UNIVERSAL MAKIN MEREBAK.

Dalam abad ke-18 adanya tuntutan terhadap kebebasan individu, kemudian muncullah apa yang disebut individualisme. Dalam individualisme yang menjadi pokok permasalahan adalah “ratio”, yaitu kecerdasan otak atau akal (Rationalisme). Dari rationalisme akhirnya berkembang berbagai gaya seni dan desain, berkembang juga bidang-bidang lain seperti penyelidikan, ilmu falaq dan lain-lain. Dari rationalisme itu menimbulkan pandangan-pandangan baru yang terutama menghendaki perbaikan nasib manusia yang disebut dengan istilah Aufklarung (Drs R. Soekmono, 1981: 111).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar